Jumat, 10 Desember 2010

Soal UN Diusulkan Dibagi Dua

JAKARTA(SINDO) – Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengusulkan agar ada pembedaan substansi soal,yakni soal esai di ujian sekolah dan pilihan ganda di Ujian Nasional (UN).


Anggota BSNP Djaali mengatakan, ujian sekolah sebaiknya diberikan dalam bentuk esai karena akan menyubstitusi kekurangan soal pilihan ganda yang ditanyakan di UN.“Soal yang ditanyakan di UN dengan pilihan ganda tidak ditanyakan lagi di ujian yang dibuat oleh sekolah,”ungkap Djaali di Jakarta kemarin. Menurut dia, pembagian ini dilakukan agar UN ke depan lebih komprehensif dibandingkan sebelumnya. Meski terbagi dua soal, pembuatan kisi-kisi tetap dilakukan pemerintah sehingga dapat terpetakan dengan baik. Djaali menjelaskan, ujian esai yang dibuat sekolah juga harus sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Permendiknas No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Persyaratan pembuatan soal esai ini, ungkapnya, harus memenuhi empat syarat,yakni sah secara substansial, konstruksional, bahasa, dan validitas empiris. Djaali menyatakan, dengan membagi soal ujian ini, falsafah UN yang diminta pemerintah akan terpenuhi, yaitu falsafah komprehensif,yakni soal menjangkau seluruh kemampuan siswa, termasuk aspek psikomotorik, kognitif,serta afektif yang juga harus diperhatikan dalam penilaian. Pembagian soal ini juga akan meningkatkan kompetensi kelulusan siswa di mana nilai yang diukur justru berasal dari penggabungan kedua ujian. Dengan demikian,jelasnya,hasil kelulusan juga lebih komprehensif. Mengenai kisi-kisi, Djaali menyatakan, bobot ideal dibagi 60:40.

Karena itu, 40% kisi-kisi haruslah dibuat sekolah. Namun, masalah bobot ini masih menjadi perdebatan antara pemerintah dan DPR. Selanjutnya, ujar Djaali, terkait batas nilai wajar,pemerintah perlu memberikan arahan kepada sekolah agar mematok hasil nilai standar atau tidak berlebihan.“Harus ada nilai selisih maksimum antara UN dengan nilai dari sekolah. Jangan sampai nilai UN terlalu rendah dan ujian sekolah tinggi atau sebaliknya,”paparnya. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyatakan, pemerintah telah menyiapkan formulasi baru untuk penentu kelulusan siswa dengan pembagian tiga rumus,yakni UN,ujian sekolah,dan hasil rapor.

Mengenai persentase bobot, menurut Nuh, masih akan dibicarakan lagi dengan Komisi X DPR. Pemerintah, jelasnya, mengusulkan agar 60% menggunakan UN dan 40% dengan bobot rapor dan ujian sekolah.Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu menjelaskan, pada dasarnya falsafah UN harus komprehensif dan kontinu. Artinya, pada tingkat SD/MI dengan menggunakan UASBN bisa digunakan untuk melanjutkan ke jenjang SMP/MTs.Kemudian, UN di tingkat SMP/MTs bisa digunakan untuk melanjut-kan ke SMA/MA dan dari SMA bisa digunakan untuk kuliah ke perguruan tinggi.

“Guru dan sekolah pada tahun ini diberi kewenangan untuk menentukan kelulusan,” paparnya. Ketua Panitia Kerja (Panja) UN DPR Rully Chairul Azwar menyatakan, Panja DPR menginginkan siswa lulus dengan kompeten.Panja juga melihat perlakuan tidak adil jika penilaian ujian hanya diukur dengan satu kali ujian pilihan ganda.Namun, untuk mengurangi kecurangan, harus ada sosialisasi ke sekolah bahwa UN tidak lagi memiliki hak veto sehingga penilaian yang diberikan lebih objektif. Mengenai persentase bobot, Rully menyatakan, DPR lebih memilih 60% bobot diberikan ke sekolah dan 40% kepada pemerintah pusat.

Hal ini, ujarnya, sudah diamanatkan dalam UU Sisdiknas yang menyebutkan nilai kelulusan ditentukan oleh satuan pendidikan. Selain itu,Panja juga masih membahas standar kelulusan.“ Apakah masih 5,5 karena ada nilai gabungan, maka nilai 5,5 ini patokan nilai gabungan atau UN saja,”paparnya. (neneng zubaidah)

Tidak ada komentar: